Tuesday, January 1, 2013


Konflik Organisasi

Definis Konflik
Stephen Robbins dalam bukunya Organization Behavior (1996) mendefiniskan Konflik adalah Suatu proses yang mulai bila satu pihak merasakan bahwa suatu pihak merasakan  pihak lain telah mempengaruhi secara negatif, atau akan segera mempengaruhi secara negatif, sesuatu yang diperhatikan pihak pertama.  Sementara Wirawan dalam bukunya tentang Manajemen Konflik (2010) mendefiniskan konflik adalah proses pertentangan yang diekspresikan diantara dua pihak atau lebih yang saling tergantung mengenai objek konflik, menggunakan pola perilaku dan interaksi konflik yang menghasilkan keluaran konflik.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa konflik terjadi karena ada perbedaan antara pihak yang satu dengan pihak yang lain yang saling mempengaruhi satu sama lain dan disalah satu pihak merasa dibebankan (merasa tak adil) sehingga terjadinya konflik.

Jenis Konflik
Terdapat berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang digunakan untuk membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, ada yang membagi konflik dilihat dari fungsi dan ada juga yang membagi konflik dilihat dari posisi seseorang dalam suatu organisasi.
a. Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur Organisasi
Jenis konflik ini disebut juga konflik intra keorganisasian. Dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi, Winardi membagi konflik menjadi empat macam. Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai berikut :

1) Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki kedudukan yang tidak sama dalam organisasi. Misalnya, antara atasan dan bawahan.
2) Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjandi antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat dalam organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen yang setingkat.
3) Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.
4) Konflik peranan, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu peran yang saling bertentangan.

b. Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya
Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner membagi konflik menjadi lima macam , yaitu:
1) Konflik dalam diri individu (conflict within the individual). Konflik ini terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya. Termasuk dalam konflik individual ini, menurut Altman, adalah frustasi, konflik tujuan dan konflik peranan .
2) Konflik antar-individu (conflict between individuals). Terjadi karena perbedaan kepribadian antara individu yang satu dengan individu yang lain.
3) Konflik antara individu dan kelompok (conflict between individuals and groups). Terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok tempat ia bekerja.
4) Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the same organization). Konflik ini terjadi karena masing-masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan masing-masing berupaya untuk mencapainya.

Masalah ini terjadi karena pada saat kelompok-kelompok makin terikat dengan tujuan atau norma mereka sendiri, mereka makin kompetitif satu sama lain dan berusaha mengacau aktivitas pesaing mereka, dan karenanya hal ini mempengaruhi organisasi secara keseluruhan .
5) Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Konflik ini terjadi jika tindakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumberdaya yang sama.

Mengelola Konflik Organisasi
Menurut kamus besar bahasa Indonesia konflik adalah percekcokkan, perselisihan, pertentangan. Konflik berasal dari kata kerja bahasa latin yaitu configure yang berarti saling memukul. Secara Sosiologis konflik diartikan sebagai proses social antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya.
Jika dilihat definisi secara sosiologis, konflik senantiasa ada dalam kehidupan masyarakat sehingga konflik tidak dapat dihilangkan tetapi hanya dapat diminimalkan.
Sumber-Sumber Utama Penyebab Konflik:
1. Komunikasi yang buruk
2. Karakteristik kepribadian yang menyebabkan individu memiliki keunikan (idiosyncrasies) dan berbeda dengan individu yang lain
3. Perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
4. Perbedaan latar belakang kebudayaan
5. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok Manusia

A. Tradisional
Pandangan ini menyatakan bahwa semua konflik itu buruk sikap dan cara berpikir serta bertindak yg selalu berpegang teguh pd norma dan adat kebiasaan yg ada secara turun-temurun konflik dilihat sebagai sesuatu yang negatif, merugikan dan harus di hindari. Untuk memperkuat konotasi negatif ini, konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. konflik ini merupakan suatu hasil difungsional akibat komunikasi yang buruk, kurangnya kepercayaan, keterbukaan diantara orang-orang, dan kegagalan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.

B. Model Interaksional
Model interaksional dikembangkan oleh Wilbur Schramm pada tahun 1954 yang menekankan pada proses komunikasi dua arah di antara para komunikator.Dengan kata lain, komunikasi berlangsung dua arah yaitu dari pengirim dan kepada penerima dan dari penerima kepada pengirim. Proses melingkar ini menunjukkan bahwa komunikasi selalu berlangsung. Para peserta komunikasi menurut model interaksional adalah orang-orang yang mengembangkan potensi manusiawinya melalui interaksi sosial, tepatnya melalui pengambilan peran orang lain.Patut dicatat bahwa model ini menempatkan sumber dan penerima mempunyai kedudukan yang sederajat. Satu elemen yang penting bagi model interkasional adalah umpan balik (feedback), atau tanggapan terhadap suatu pesan. Pandangan ini cenderung mendorong terjadinya konflik, atas dasar suatu asumsi bahwa kelompok yang koperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu menurut aliran pemikiran ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga kelompok tetap bersemangat (viable), kritis-diri (self-critical), dan kreatif.


Sumber-sumber konflik organisasi
Berbagai faktor dapat menjadi sumber konflik, antara lain faktor psikologis yang bersumber dari sifat-sifat individual karyawan. Lalu konflik antar individu (Interpersonal Konflic) , konflik antar kelompok (Intergrup Konflic), namun di sini dikonsentrasikan pada konflik yang bersumber secara struktural.
1.       Saling ketergantungan tugas. Bila dua atau lenih unit kerja saling tergantung untuk kerjasama, informasi, ketaatan, atau kegiatan koordinatif lainnya.
2.       Ketegantungan satu arah. Bila satu unit kerja secara unilateral tergantung dari unit kerja lainnya.dalam kasus seperti ini seberapa besar potensi konflik atau kooperasi sangat tergantung pada cara situasi tersebut dikelola.
3.       Diferensiasi horizontal yang tinggi. Bila unit-unit kerja memiliki tujuan, organisasi waktu, dan filsofi yang berbeda, seperti produksi, pemasaran, dan keuangan.
4.       Formalisasi yang rendah. Bila tidak ada pedoman, manual, dan standarisasi, maka perselisihan mudah timbul.
5.       Kelangkaan sumber-sumber. Bila unit-unti kerja tergantung dari fasilitas, tenaga, dana, dan anggaran yang terbatas.
6.       Perbedaan-perbedaan dalam berbagai tujuan. Seperti telah kita ketahui, kelompok-kelompok organisasi cenderung menjadi terspesialisasi atau dibedakan karena mereka mengembangkan berbagai tujuan, tugas dan personalia yang tidak sama.
7.       Perbedaan kriteria evaluasi. Bila unit-unit kerja dinilai prestasinya secara terpisah, dan bukan atas dasar presentasi bersama.
8.       Perbedaan nilai-nilai atau persepsi. Perbedaan-perbedaan tujuan di antara para anggota  berbagai satuan dalam organisasi sering berkaitan dengan berbagai perbedaan sikap, nilai-nilai dan persepsi yang dapat menimbulkan konflik.
9.       Kemenduaan organisasional. Konflik antarkelompok dapat juga berasal dari tanggung jawab kerja yang dirumuskan secara mendua (ambiguous) dan tujuan-tujuan yang tidak jelas.
10.     Pembuatan keputusan bersama. Proses pembuatan keputusan bersama menumbuhkan peluang perselisihan dan ketidakcocokan.
11.      Ketidakselarasan status. Peranan suatu profesi dalam suatu organisasi yang tidak sesuai dengan statusnya secara umum.
12.     Ketidakpuasan. Perasaan ketidakpuasan atas perlakuan bisa menimbulkan ketidakpuasan dan konflik.
13.     Distrosi komunikasi. Hambatan, ketidakjelasan, penahanan dan pemutarbalikan informasi baik sengaja maupun tidak sengaja.
14.     Gaya-gaya individual. Banyak orang menyukai konflik, debat dan ada argumentasi, dan bila hal ini dapat dikendalikan maka dapat menstimulasi para anggota organisasi untuk meningkatkan atau memperbaiki prestasi.

Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan.
Macam-macam teori motivasi :
Teori hierarki kebutuhan
Teori motivasi yang paling terkenal adalah hierarki teori kebutuhan milik Abraham Maslow. Ia membuat hipotesis bahwa dalam setiap dirimanusia terdapat hierarki dari lima kebutuhan, yaitu fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), rasa aman (rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan emosional), sosial (rasa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan), penghargaan (faktor penghargaan internal dan eksternal), dan aktualisasi diri (pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri).
Maslow memisahkan lima kebutuhan ke dalam urutan-urutan.Kebutuhan fisiologis dan rasa aman dideskripsikan sebagai kebutuhan tingkat bawah sedangkan kebutuhan sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan tingkat atas. Perbedaan antara kedua tingkat tersebut adalah dasar pemikiran bahwa kebutuhan tingkat atas dipenuhi secara internal sementara kebutuhan tingkat rendah secara dominan dipenuhi secara eksternal.
Teori kebutuhan Maslow telah menerima pengakuan luas di antara manajer pelaksana karena teori ini logis secara intuitif. Namun, penelitian tidak memperkuat teori ini dan Maslow tidak memberikan bukti empiris dan beberapa penelitian yang berusaha mengesahkan teori ini tidak menemukan pendukung yang kuat.
Teori X dan teori Y
Douglas McGregor menemukan teori X dan teori Y setelah mengkaji cara para manajer berhubungan dengan para karyawan. Kesimpulan yang didapatkan adalah pandangan manajer mengenai sifat manusia didasarkan atas beberapa kelompok asumsi tertentu dan bahwa mereka cenderung membentuk perilaku mereka terhadap karyawan berdasarkan asumsi-asumsi tersebut.
Ada empat asumsi yang dimiliki manajer dalam teori X.
•        Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan sebisa mungkin berusaha untuk menghindarinya.
•        Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dipakai, dikendalikan, atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
•        Karyawan akan mengindari tanggung jawab dan mencari perintah formal, di mana ini adalah asumsi ketiga.
•        Sebagian karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor lain terkait pekerjaan dan menunjukkan sedikit ambisi.
Bertentangan dengan pandangan-pandangan negatif mengenai sifat manusia dalam teori X, ada pula empat asumsi positif yang disebutkan dalam teori Y.
•        Karyawan menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan, seperti halnya istirahat atau bermain.
•        Karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai berbagai tujuan.
•        Karyawan bersedia belajar untuk menerima, mencari, dan bertanggungjawab. Karyawan mampu membuat berbagai keputusan inovatif yang diedarkan ke seluruh populasi, dan bukan hanya bagi mereka yang menduduki posisi manajemen.
Teori motivasi kontemporer
David McClelland, pencetus Teori Kebutuhan
Teori motivasi kontemporer bukan teori yang dikembangkan baru-baru ini, melainkan teori yang menggambarkan kondisi pemikiran saat ini dalam menjelaskan motivasi karyawan.
Teori motivasi kontemporer mencakup:
Teori kebutuhan McClelland
Teori kebutuhan McClelland dikembangkan oleh David McClelland dan teman-temannya. Teori kebutuhan McClelland berfokus pada tiga kebutuhan yang didefinisikan sebagai berikut:
kebutuhan berprestasi: dorongan untuk melebihi, mencapai standar-standar, berusaha keras untuk berhasil.
kebutuhan berkuasa: kebutuhan untuk membuat individu lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya.
kebutuhan berafiliasi: keinginan untuk menjalin suatu hubungan antarpersonal yang ramah dan akrab.
Teori evaluasi kognitif
Teori evaluasi kognitif adalah teori yang menyatakan bahwa pemberian penghargaan-penghargaan ekstrinsik untuk perilaku yang sebelumnya memuaskan secara intrinsik cenderung mengurangi tingkat motivasi secara keseluruhan. Teori evaluasi kognitif telah diteliti secara eksensif dan ada banyak studi yang mendukung.
Teori penentuan tujuan
Teori penentuan tujuan adalah teori yang mengemukakan bahwa niat untuk mencapai tujuan merupakan sumber motivasi kerja yang utama. Artinya, tujuan memberitahu seorang karyawan apa yang harus dilakukan dan berapa banyak usaha yang harus dikeluarkan.
Teori penguatan
Teori penguatan adalah teori di mana perilaku merupakan sebuah fungsi dari konsekuensi-konsekuensinya jadi teori tersebut mengabaikan keadaan batin individu dan hanya terpusat pada apa yang terjadi pada seseorang ketika ia melakukan tindakan.
Teori Keadilan
Teori keadilan adalah teori bahwa individu membandingkan masukan-masukan dan hasil pekerjaan mereka dengan masukan-masukan dan hasil pekerjaan orang lain, dan kemudian merespons untuk menghilangkan ketidakadilan.
 Teori harapan
Teori harapan adalah kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dalam cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti dengan hasil yang ada dan pada daya tarik dari hasil itu terhadap individu tersebut.

Sumber :

No comments:

Post a Comment